Surabaya – Siapa yang tidak kenal dengan kampung miliyarder di Tuban. Ya, desa kaya raya ini mendadak viral setahun lalu saat wabah COVID-19 terasa di seluruh dunia. Perumahan dan lahan pertanian dibeli oleh Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP). Mereka membeli mobil, sepeda motor dan membangun rumah.
Namun setahun kemudian, beberapa miliarder warga desa Tuban tiba-tiba turun ke jalan. Mereka memprotes karena tabungan mereka habis dan mereka tidak pernah mendapatkan pekerjaan setelah pembebasan lahan. Mereka hanya mengandalkan penjualan ternak untuk kebutuhan sehari-hari.
Warga yang menggelar aksi tersebut termasuk dalam kategori terdampak proyek PRPP, yakni warga Desa Wadung. Kebanyakan dari mereka hanya memiliki tanah pekarangan dan rumah sendiri. Hasil akuisisi hanya dapat digunakan untuk membeli tanah dan membangun kembali rumah.
Berbeda dengan desa lainnya. Mereka diberi kompensasi untuk tanah pertanian dan rumah mereka. Misalnya di Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu. Mereka diberi kompensasi untuk tanah pertanian dan rumah mereka.
Sementara itu, Gianto, Kepala Desa Sumbergeneng Kecamatan Jenu, mengaku masih ada sebagian warganya yang beruntung mendapatkan pekerjaan. Menurut dia, Sumbergeneng merupakan salah satu desa yang lahannya terkena dampak pembebasan.
Warga Sumbergeneng sudah menjadi kampung miliarder dan keadaan ekonomi warga masih sangat baik. Sebab, rata-rata lahan yang dirampas merupakan lahan pertanian kategori besar.
Baca Juga : Kampoeng Durian, Agrowisata Tingkatkan Perekonomian Desa
Berbeda dengan warga Desa Wadung. Sebagian besar tanah yang mereka peroleh adalah tanah pekarangan atau rumah.
“Bedanya dengan Desa Wadung, di sana tanah pekarangan (rumah). Kalau di sini (Sumbergeneng) tanah pertanian yang dibebaskan dan rata-rata luas. (Jadi) Warga kami baik-baik saja kondisinya. Tanahnya juga malah tambah luas, meski tempat di sini lebih murah belinya,” jelas Kades Gianto saat itu.
Gianto mengatakan, warga yang berprofesi sebagai buruh tani itu bekerja hingga saat ini. Bahkan, dia mengolah lebih banyak tanah. Namun, mereka bekerja di lokasi yang lebih jauh. Sebab, lahan pertaniannya berada di desa lain.
“Warga yang mendapat (ganti rugi) baik-baik saja kan, lahan garapannya (lahan pertanian) semakin luas. Tapi bagi yang dulunya bekerja di pertanian, lahan garapannya semakin jauh karena berada di Daerah lain,” dia menambahkan.
Saat ditanya mengenai kondisi ekonomi warga pasca pembebasan lahan, Kepala Desa Gianto mengatakan, ganti rugi yang diterima warga tidak sama. Hal ini menyebabkan perbedaan situasi keuangan setiap warga negara.
Menurut dia, sebagian warga hanya memiliki sedikit tabungan. Sebab, sudah digunakan untuk membeli tanah dan rumah. Hal ini dianggap mencerminkan situasi ekonomi yang aman.
“Uang yang diterima warga kemarin berbeda. Ada yang kurang dari 2 miliar rupiah. Jadi kalau beli tanah untuk rumah atau mobil, tentu uangnya mungkin sedikit. Tapi tanahnya sudah dibeli, jadi aman,” jelasnya.
Dia juga mengakui bahwa beberapa warga ikut demonstrasi menuntut pekerjaan di kilang minyak. Meskipun jumlah orang yang berpartisipasi dalam demonstrasi kecil. Pasalnya, banyak warganya yang sudah mengerjakan proyek kilang.
Baca Juga : 34 Desa di Magetan Jadi Lokus Stunting Dinas Kesehatan
“Ya kemarin ada pengunjuk rasa, tapi tidak dalam jumlah banyak. Juga selama ini banyak warga yang bekerja di Grass Root Refinery (GRR) Tuban,” lanjut Gianto.
Beberapa warga sudah direkrut sesuai janji dan ditempatkan sesuai kebutuhan pekerja perusahaan, katanya.
“Sudah ada yang dipekerjakan sesuai keadaan (janji) dan kebutuhan pekerja di perusahaan. Ada kemarin land clearing 65-an orang, security sekitar 10 orang saat awal dulu,” katanya.
Sementara itu, Kadek Ambara Jaya, Presiden Direktur Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), mengaku telah melakukan mediasi antara kedua pihak tersebut beberapa hari lalu. Karena itu, pihaknya akan memastikan perekrutan tenaga kerja lokal untuk kilang. Pertamina juga akan memastikan berjalan secara transparan.
“Perusahaan sangat berkomitmen terhadap partisipasi aktif pekerja lokal dalam proses pembangunan Kilang GRR Tuban. Hingga land clearing (pembersihan lahan) tahap ke-3 yang diselesaikan pada tahun 2021 lalu. Kilang GRR Tuban telah melibatkan lebih dari 300 pekerja, di mana 98 persen di antaranya adalah warga lokal sekitar proyek,” jelasnya.
Untuk memastikan pelaksanaan rekrutmen tenaga kerja yang benar dan transparan, PT Pertamina Training & Consulting (PTC) mendukung proses rekrutmen 2022.
Selain itu, PTC telah memiliki reputasi dan keunggulan teknis yang diakui dalam mempekerjakan orang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kadek mengatakan setiap langkah proses perekrutan juga diketahui oleh para pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah daerah.