JEMBER – Bupati Jember Hendy Siswanto menilai upaya kepala desa untuk memastikan pemahaman warga tentang Covid-19 belum maksimal.
Tak heran, pelanggaran prokes Covid-19 masih sering terjadi di desa-desa. Bahkan, beberapa warga juga mengeluarkan jenazah Covid-19 secara paksa.
Hendy memperkirakan tidak semua kepala desa mengedukasi warganya, sehingga pemahaman mereka tentang prokes dan informasi Covid-19 berbeda-beda.
“Ya mereka melakukan (edukasi), tapi banyak juga yang tidak,” kata Hendy, Senin (26 Juli 2021).
Menurutnya, edukasi warga desa tentang Covid-19 bahkan tidak bisa diselesaikan sekali tahap, tetapi harus berkelanjutan.
“Edukasi kepada warga butuh istiqomah, tidak bisa dilakukan hanya sekali tahap,” ucap dia.
Hendy mencontohkan: Jika anak kepala desa hanya diedukasi satu kali, belum tentu mereka patuh, apalagi bagi seluruh masyarakat.
“Menurut saya, jabatan kepala desa tidak ideal. Kemanusiaan harus didahulukan,” jelasnya.
Hendy mengaku harus beberapa kali ke TKP untuk menyebarkan informasi tentang Covid-19. Jika ini dilakukan hanya sekali, informasinya akan kurang berguna.
“Anda harus terus kembali dan terus ke tingkat yang lebih rendah,” jelasnya.
Ia meyakini bahwa pendidikan terkait Covid-19 merupakan tantangan kemanusiaan, sehingga kegiatan pendidikan bukanlah pekerjaan, melainkan kewajiban.
“Yang manggil hati, bukan pikiran, kalau yang manggil jabatan, saya pastikan mereka tidak akan patuh,” ujarnya.
Menurut Bupati, beberapa desa sudah memiliki dana untuk memerangi Covid-19, dan dana tersebut mencapai 8% dari total dana desa.
Pemerintah Kabupaten Jember juga akan mempertimbangkan penggunaan dana tersebut untuk kegiatan apapun.
Memastikan bahwa dana desa digunakan dengan benar dan pada tempatnya.
Ketika mereka menerima dana dari desa, kami akan memeriksa 8% untuk memahami apa yang mereka lakukan,” tambahnya.